Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya mau bertanya, apakah mencuci baju suami, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah tangga lainnya adalah kewajiban seorang istri? Apa ada dalil shahihnya? Terimakasih.
Wassalam
Dari N, di Yogyakarta
Jawaban
Wa’alaikumussalam
Wr. Wb.
Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita membahas hak dan kewajiban
suami-istri secara menyeluruh sesuai syariat. Di dalam Islam, hak dan kewajiban
suami dan istri mulai berlaku saat akad nikah dinyatakan sah. Hak dan kewajiban
itu merupakan satu paket, karena kewajiban seorang istri kepada suami, berarti
menjadi hak suami atas istri, begitu pun sebaliknya. Selain itu, ada juga hak
dan kewajiban bersama yang harus dipenuhi dalam rangka kesinambungan sebuah
rumah tangga. Seringkali, kegagalan-kegagalan dalam berumah tangga berawal dari
abainya salah seorang dari mereka terhadap kewajibannya, sehingga pasangan tak
mendapatkan hak, begitu pun sebaliknya.
Menurut
Sayyid Sabiq dalam Kitab “Fiqih Sunnah”, hak dan kewajiban suami-istri terbagi
menjadi tiga: hak istri atas suami (berarti kewajiban suami); hak suami atas
istri (berarti kewajiban istri); dan hak serta kewajiban bersama.
Hak
bersama suami-istri antara lain: (1) Saling menikmati hubungan seksual, di mana
tidak boleh hanya ada kepuasan di salah satu pihak saja. Jika ternyata ada
pihak yang tidak puas, harus diupayakan bersama; (2) Istri haram dinikahi ayah
suaminya (mertua), kakeknya, anak laki-lakinya, dan cucu-cucu laki-laki suami.
Begitu pula, suami diharamkan menikahi ibu istrinya (mertua), anak perempuan
istrinya, serta cucu perempuan istrinya; (3) Hak saling mendapatkan waris
akibat pernikahan; (4) Sahnya menasabkan anak kepada suami yang sah; (5). Hak
mendapatkan perlakuan yang baik.
Adapun
hak istri atas suaminya meliputi dua jenis hak: yakni (1) hak kebendaan, yaitu
mendapatkan mahar dan mendapatkan nafkah; (2) hak rohaniah, misalnya sikap adil
suami (jika berpoligami), tidak boleh disengsarakan, diberikan kebahagiaan,
menjaga dan melindunginya, hak didatangi suami, tidak ditelantarkan, dan
sebagainya.
Sedangkan
hak suami atas istri, masih menurut Sayyid Sabiq, antara lain: (1) Tidak mengizinkan
orang lain masuk ke rumah; (2) Hak mendapatkan bakti istri kepada suami; (3)
Hak ‘berdusta’ untuk hal-hal yang akan menjaga kerukunan rumah tangga; (4) hak
menempatkan istri di rumah suami dan melarangnya keluar dari rumah kecuali
dengan izinnya (beberapa ulama membolehkan jika istri berkunjung ke rumah orang
tuanya tanpa izin suami); (5) mengajak istri berpindah tempat; (6) tidak
berpindah tempat jika istri tak bersedia; (7) hal melarang istri bekerja; (8)
Hak menghukum istri jika menyeleweng.
Dari
hal tersebut, secara tersurat, tugas-tugas rumah tangga tak disebutkan secara
eksplisit. Di negara kita, tugas-tugas domestic tersebut kebanyakan dilakukan
oleh perempuan, tetapi asal hukum tersebut hanya merupakan ‘urf atau adat istiadat/kebiasaan semata.
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Orang-orang mukmin laki-laki dan
orang-orang mukmin perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang
lain”. (Q.S. At-Taubah: 71).
Saat
sama-sama menjalani kehidupan berumah tangga, seyogyanya suami dan istri saling
tolong-menolong, bahu-membahu dalam memikul beban menurut proporsinya
masing-masing. Jadi, menurut hemat kami, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga,
sebenarnya adalah tanggung jawab bersama. Siapa yang mengerjakan, dia dapat
pahala. Sikap yang paling tepat adalah fastabiqul
khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Jika akhirnya istri lebih banyak
mengerjakannya, tentu bisa dimengerti, karena istri lebih banyak di rumah
ketimbang suaminya. Tetapi, bukan berarti ketika suami sedang di rumah, dia
hanya ongkang-ongkang kaki, membiarkan sang istri dengan kesibukannya. Apalagi,
jika si istri ternyata telah membantunya mencari tambahan biaya hidup.
Wallahu a'lam
0 komentar:
Post a Comment