Sudah sejak lama wacana
pernikahan muda menjadi perbincangan di sekitar kita, kaum ilmuwan dan agama
memiliki pandangan yang kadang berbeda untuk urusan yang satu ini. Apalagi di
Indonesia, usia pasangan yang menikah rata-rata terjadi antara 25 hingga 27
tahun. Kebiasaan itulah yang menyebabkan usia pengantin yang berada di bawah
itu biasanya masih dipandang aneh.
Kalau kita bicara soal nikah
muda, ini sebenarnya adalah sebuah hal yang tidak bisa diplot begitu saja,
sebab pernikahan (atau jodoh) termasuk ke dalam konsep freewill yang merupakan hak prerogatif Tuhan (selain juga rejeki
dan kematian). Artinya, bisa saja kita adalah orang yang setuju pada konsep
nikah muda, berbagai planning dan
usaha sudah kita lakukan untuk mewujudkan konsep tersebut, tapi kalau jodoh
belum datang, kita bisa apa?
Tapi memang ada baiknya jika kita
meninjau konsep nikah muda dari kedua sisi, positif dan negatif. Hal ini
penting agar kita tidak terkesan men-judge
sesuatu secara hitam putih. Sebab segala sesuatu di dunia ini pasti memiliki
sisi baik dan buruk, tinggal kita saja yang harus menentukan pilihan.
Keuntungan menikah muda antara
lain: kala itu pasangan sedang dalam masa bersemangat. Sehingga saat memulai
rumah yang tangga, ada energi besar untuk mengurus keluarga. Begitu juga soal kondisi
kesehatan, biasanya di usia muda kondisi fisik masih baik, sehingga kesiapan
untuk bekerja keras, menjalani kehamilan, dan berbagai aspek lain tentu akan
lebih bagus.
Lalu yang penting adalah kedua
pasangan akan punya banyak waktu untuk mengenal karakter masing-masing. Mungkin
awalnya ada sedikit konflik, tetapi bukankah konflik merupakan bumbu rumah
tangga? Jika pasangan usia muda bisa mengelola konflik dengan baik, ikatan
pernikahan justru semakin kencang.
Lalu kelemahannya: biasanyakedua
pasangan akan kaget dengan rutinitas baru setelah menikah, bahkan tidak sedikit
yang melihat pasangannya berubah, tidak lagi sempurna dan manis seperti saat
pacaran. Pasangan yang tidak bisa mengelola perubahan ini biasanya akan depresi
dan tertekan, tidak bahagia dengan pernikahannya. Apalagi kita sama-sama tahu,
merawat dan mengasuh anak bukan pekerjaan mudah, mereka (terutama perempuan)
yang menikah di usia muda seringkali mengorbankan karir untuk mengurus anaknya.
Beberapa diantara mereka merasa menyesal karena pengorbanan ini tidak
menghasilkan materi.
Secara psikologis, nikah muda
bisa mendatangkan neoretis depresi, atau depresi berat. Jika orang yang terkena
depresi itu termasuk pribadi introvert
(tertutup) akan membuat seseorang menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi
pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam
bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) maka dia akan
terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang
piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua
bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Lebih parah lagi, seiring
berjalannya waktu, beberapa pasangan akan merasakan bahwa cinta yang awalnya
menggebu jadi datar dan hanya sekedar formalitas saja. Tidak jarang pada pasangan
yang menikah muda, rentan perselingkuhan dan perceraian.
Itulah sisi positif dan negatif nikah muda,
setelah disajikan fakta ini maka selanjutnya terserah kita.apapun pilihan
akhirnya, pernikahan adalah soal pilihan. Di usia berapapun kita menikah,
selama bisa mengatasi rintangan dengan baik, maka pernikahan akan menjadi media
yang memberi kebahagiaan dan pelajaran menyenangkan.[fm]
0 komentar:
Post a Comment