Bolehkah Menikah Karena Terpaksa?

Orang Indonesia tentu mengenal cerita Siti Nurbaya, yang selain bukunya masih beredar di perpustakaan-perpustakaan, juga sinetronnya yang tayang di TVRI belasan tahun silam, sempat ngetop di kalangan masyarakat. Kisah Siti Nurbaya yang menikah paksa, sepertinya juga merupakan cerminan realitas masyarakat. Bukan hanya zaman dahulu, zaman sekarang, perjodohan paksa pun masih banyak terjadi. Bukan perjodohannya yang dilarang, tetapi paksaan itulah yang harus dikritisi. Bolehkan menikah karena terpaksa?

Dalam buku Halal-Haram, DR. Yusuf Qardhawi menukil sebuah hadist riwayat  Ibnu Majah, tentang seorang gadis yang mengadu kepada Rasulullah. Dia melaporkan, bahwa ayahnya telah mengawinkannya dengan sepupunya, padahal dia tidak menyukainya. Lalu Nabi menyerahkan permasalahan itu kepada sikap si gadis. Dan gadis itu berkata, “Sebenarnya saya rela dengan perlakuan ayah saya, tetapi saya ingin memberitahukan kepada kaum perempuan, bahwa seorang ayah tidak boleh memaksakan kehendaknya dalam hal ini.”

Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya. Sedangkan gadis diminta izin tentang urusan dirinya. Izinnya adalah diamnya.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaih).

Diam di sini merujuk pada sikap sebagian besar gadis yang biasanya malu mengungkapkan isi hatinya, sehingga tidak bisa ditafsiri begitu saja. Diam, namun terisak-isak dengan wajah merah-padam yang menunjukan bahasa tubuh penolakan, tentu tak bisa dikatakan sebagai kesediaan menikah. Wallahu a’lam.

Tetapi, hal ini menjadi peringatan serius bagi para gadis. Jika memang Anda tidak bersedia menikah dengan lelaki yang melamar Anda, ungkapkan dengan jelas, namun cara yang baik, sehingga tidak menyakiti. Penolakan kasar tentu akan menimbulkan perasaan tidak enak, bahkan terluka di pihak pelamar. Anda harus terbuka, tetapi tetap menjaga perasaan. [U.S.].

0 komentar:

Post a Comment