foto: greenprophet.com |
Beberapa hari yang lalu kita
sebagai umat Islam resmi memasuki tahun baru, yaitu tahun 1436 H. Beberapa dari
kita menandai saat itu dengan bersenang-senang melakukan pawai obor, beberapa
lagi menandainya dengansebuah tanggal merah di kalender. Sisanya? Memilih tidur
di rumah dan tidak peduli.
Apakah mereka yang mengabaikan
tahun baru Islam ini salah? Jawabannya ya dan tidak. Jawabannya bisa “Ya”
karena sebagai umat Islam, tentu ada alasan tertentu yang harus kita gali dan
kaji berkaitan dengan peringatan ini, sebab kita harus yakin para sahabat
Rasulullah pasti memiliki maksud-maksud tertentu dengan menentukan tahun
Hijriah. Tapi jawabannya juga bisa saja “Tidak”, karena secara kondisi sosial
dan budaya, kita memang tidak terlalu terbiasa diajarkan untuk memperhatikan
datangnya tahun baru Islam.
Tahun baru hijriah sering
terlupakan, bahkan terabaikan oleh sebagian dari masyarakat kita, mereka malah lebih
responsif dan bergairah di tahun baru masehi.Bahkan biasanya kemeriahan menyabut
tahun baru masehi lebih mengema sampai pelosok dunia. Tak sedikit dari kita
yang kita pun ikut memeriahkan datangnya tahun baru masehi dengan serangkaian
acarayang terkadang hanya hura-hura saja. Tetapi saat tahun baru Islam datang,
tak ada sujud syukur atau kebahagiaan untuk menyambutnya, sebagian dari kita
lupa, sebagian tidak peduli dan sebagian lagi tidak tahu.
Yang lebih prihatin lagi,
aktifitas kita sering diatur dan disesuaikan dengan kalender masehi, hingga
urutan hari, bulan dan tanggal penting kita menjadi hafal. Tapi bagaimana
dengan tahun Hijriah atau kalender Islam termasuk juga hari-hari dan urutan
bulannya? Jarang diantara kita yang hafal. Sebagian dari kita lupa, sebagian
tidak peduli dan sebagian lagi tidak tahu.
Padahal bila kita kembali pada
sejarah, pada tahun 638 M Khalifah Umar bin Khatab merumuskan penanggalan Islam
dengan menetapkan tahun 1 H sebagai tahun dimana terjadi peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Dimana tanggal 1 Muharam Tahun 1 H
bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. (Sekadar catatan, tanggal tersebut
bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad, sebabperistiwa hijrah dicatat
terjadi bulan September 622 H).
Bila kita perhatikan, bukan
sebuah kebetulan tahun baru Islam disesuaikan dengan tahun hijrah. Khalifah
Umar ingin menjadikan hijrahnya Nabi Muhammad saw sebagai sebuah peristiwa yang
terus diingat oleh umat Islam. Bahkan lebih jauh dari itu, tahun baru Islam
adalah sebuah simbol yang berkaitan dengan hijrah, proses berpindah dari satu
kondisi ke kondisi lain.
Sejauh mana ini dipahami oleh
kita? Bukankah sudah sangat sering kita mendengar kalimat “orang yang hari ini
lebih baik dari kemarin adalah orang beruntung, dan orang yang hari ini lebih
buruk dari kemarin adalah orang rugi”, kalimat tersebut sebenarnya berkaitan
dengan proses hijrah dari kebiasaan kurang baik ke kebiasaan yang baik, dari
kebiasaan yang baik ke kebiasaan yang lebih baik, proses memperbaiki diri yang
dilakukan secara konsisten dan terencana dalam hidup kita.
Hubungannya dengan tahun baru
hijriah? Dalam konsep perbaikan diri, semangat hijrah dalam tahun baru hijriah
hendaknya kita aplikasikan dengan perbaikan diri. Bila tahun kemarin kita masih
melakukan beberapa kekurangan, maka tahun ini kita coba perbaiki. Demikian
seharusnya dari tahun ke tahun hingga kita pada akhirnya bisa mencapai kondisi
sebagai manusia yang terbaik di hadapan Allah.
Maka di awal tahun baru ini, mari
kita tekadkan bersama untuk lebih mendalami dan mempelajari Islam dengan
sebaik-baiknya dan tentu saja sebuah perbaikan diri, agar kelak kita memiliki
bekal yang cukup untuk bertemu Allah. [fm]
0 komentar:
Post a Comment