Buku terbaru kami

Sayap-Sayap Sakinah

Author

Riawani Elyta

BUKU TERBARU KAMI

SAYAP-SAYAP SAKINAH, segera dapatkan di toko buku

AUTHOR

AFIFAH AFRA

Buku Terbaru Kami

SAYAP-SAYAP SAKINAH

Positif Negatif Nikah Muda

Sudah sejak lama wacana pernikahan muda menjadi perbincangan di sekitar kita, kaum ilmuwan dan agama memiliki pandangan yang kadang berbeda untuk urusan yang satu ini. Apalagi di Indonesia, usia pasangan yang menikah rata-rata terjadi antara 25 hingga 27 tahun. Kebiasaan itulah yang menyebabkan usia pengantin yang berada di bawah itu biasanya masih dipandang aneh.
Kalau kita bicara soal nikah muda, ini sebenarnya adalah sebuah hal yang tidak bisa diplot begitu saja, sebab pernikahan (atau jodoh) termasuk ke dalam konsep freewill yang merupakan hak prerogatif Tuhan (selain juga rejeki dan kematian). Artinya, bisa saja kita adalah orang yang setuju pada konsep nikah muda, berbagai planning dan usaha sudah kita lakukan untuk mewujudkan konsep tersebut, tapi kalau jodoh belum datang, kita bisa apa?
Tapi memang ada baiknya jika kita meninjau konsep nikah muda dari kedua sisi, positif dan negatif. Hal ini penting agar kita tidak terkesan men-judge sesuatu secara hitam putih. Sebab segala sesuatu di dunia ini pasti memiliki sisi baik dan buruk, tinggal kita saja yang harus menentukan pilihan.
Keuntungan menikah muda antara lain: kala itu pasangan sedang dalam masa bersemangat. Sehingga saat memulai rumah yang tangga, ada energi besar untuk mengurus keluarga. Begitu juga soal kondisi kesehatan, biasanya di usia muda kondisi fisik masih baik, sehingga kesiapan untuk bekerja keras, menjalani kehamilan, dan berbagai aspek lain tentu akan lebih bagus.
Lalu yang penting adalah kedua pasangan akan punya banyak waktu untuk mengenal karakter masing-masing. Mungkin awalnya ada sedikit konflik, tetapi bukankah konflik merupakan bumbu rumah tangga? Jika pasangan usia muda bisa mengelola konflik dengan baik, ikatan pernikahan justru semakin kencang.
Lalu kelemahannya: biasanyakedua pasangan akan kaget dengan rutinitas baru setelah menikah, bahkan tidak sedikit yang melihat pasangannya berubah, tidak lagi sempurna dan manis seperti saat pacaran. Pasangan yang tidak bisa mengelola perubahan ini biasanya akan depresi dan tertekan, tidak bahagia dengan pernikahannya. Apalagi kita sama-sama tahu, merawat dan mengasuh anak bukan pekerjaan mudah, mereka (terutama perempuan) yang menikah di usia muda seringkali mengorbankan karir untuk mengurus anaknya. Beberapa diantara mereka merasa menyesal karena pengorbanan ini tidak menghasilkan materi.
Secara psikologis, nikah muda bisa mendatangkan neoretis depresi, atau depresi berat. Jika orang yang terkena depresi itu termasuk pribadi introvert (tertutup) akan membuat seseorang menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) maka dia akan terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.

Lebih parah lagi, seiring berjalannya waktu, beberapa pasangan akan merasakan bahwa cinta yang awalnya menggebu jadi datar dan hanya sekedar formalitas saja. Tidak jarang pada pasangan yang menikah muda, rentan perselingkuhan dan perceraian.
Itulah sisi positif dan negatif nikah muda, setelah disajikan fakta ini maka selanjutnya terserah kita.apapun pilihan akhirnya, pernikahan adalah soal pilihan. Di usia berapapun kita menikah, selama bisa mengatasi rintangan dengan baik, maka pernikahan akan menjadi media yang memberi kebahagiaan dan pelajaran menyenangkan.[fm]

Mencermati Tumbuh Kembang Bayi

Setiap ibu pasti tidak akan melewatkan tumbuh kembang buah hatinya, dimulai saat masih berbentuk janin hingga setelah kelahirannya. Dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun ke tahun dinikmatinya dengan perasaan takjub dan bahagia, karena buah hati kian tumbuh dengan segala keajaibannya. Kasih sayang, pengasuhan yang baik dan respon positif dari ibu-lah yang membuat perkembangan bayi menjadi optimal.

Namun setiap bayi memiliki masa tumbuh kembang yang berbeda, karena faktor-faktor pertumbuhan seorang bayi tidak sama.Meski begitu kita tetap harus mengenali tahapan demi tahapan tumbuh kembang bayi agar tetap terkontrol dengan baik, sehingga jika ada sesuatu yang menghambat tumbuh kembangnya maka bisa kita periksa lebih awal.

Pada usia 0 bulan, perkembangan fisik dan motorik bayi lebih dominan, karena bayi memiliki gerakan refleks,memiliki kepekaan terhadap sentuhan, dan sedikit demi sedikit sudah bisa tersenyum.Lalu pada bulan kedua dan empat bayi mulai mengerti jika ia menangis maka ia akan mendapatkan sesuatu, entah susu, entah popoknya diganti atau digendong dan dipeluk.  Serta bayi pun mulai bereksperimen dan  belajar prinsip sebab akibat, ketika dia mengoyangkan atau menekan mainan maka akan keluar bunyi-bunyian dan juga mendapatkan reaksi dari sekitarnya.

The Urban Child Institute—sebuah lembaga yang sudah banyak melakukan studi tentang perkembangan bayi dan anak—menyimpulkan bahwa: setelah diteliti lebih lanjut, touch (sentuhan fisik), talk (mengajak berbicara), dan play (bermain dengan menggerakkan fisiknya) memang merupakan tiga hal yang sangat mendasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, dan biasanya para ibulah yang paling sering menerapkan ketiganya bukan?

Maka jelas, tumbuhkembang seorang anak bergantung pada ketiga hal di atas, dan salah satu komponen dari sana adalah: pelukan (touch). Dalam sebuah penelitian, ditemukan fakta bahwa pelukan ternyata dapat mengubah perilaku anak, mengurangi depresi dan meningkatkan kekebalan tubuh. Pelukan juga memberi energi baru pada tubuh lelah menjadi segar, serta meningkatkan jumlah hemoglobin atau sel darah merah ketika seseorang disentuh.

Lebih jauh lagi, manfaat pelukan tidak hanya efektif pada masa anak-anak saja. Tapi juga bisa membantu anak yang beranjak remaja untuk menghadapi masa pubernya. Karena pelukan dapat membangun konsep diri yang positif, Merangsang perkembangan sel otak, Mengurangi stress, mengurangi emosi negatif seperti kesepian, cemas dan frustasi, Mengatasi rasa takut serta transfer energi. Lebih hebatnya lagi, pelukan juga ternyata memiliki efek bolak-balik. Misalnya: jika kita memeluk anak sebelum berangkat kerja, hal ini juga akan membuat kita tenang pergi bekerja, fokus, bahagia, dan menjadi produktif.

Betapa senangnya bila bayi tumbuh jadi anak bahagia. Senyumnya dapat kita nikmati setiap saat, ia pun  menjalani hidupnya dengan penuh percaya diri. [fm]

Menghadapi Morning Sickness

Menjalani masa-masa kehamilan memang sangat membahagiakan dan membanggakan, dan salah satu “warna” dari kehamilan adalahmorning sickness yang biasanya terjadiantara minggu ke 4 sampai ke 6, dan biasanya terus berlanjut hingga maksimal minggu ke-16.

Morning sicknessbiasanya berupa pening, mual, dan muntah-muntah yang biasanya terjadi di pagi hingga siang hari, terkadang gejala ini bisa berlanjut hingga sepanjang hari.

Para wanita yang mengalami morning sickness tentunya akan merasa sangat tak menyenangkan dan situasi ini biasanya sangat mengganggu aktivitas serta ritinintas mereka. Itu wajar karena morning sickness membuat para ibu hamil tak berdaya serta tidak nyaman sepanjang hari

Namun ternyata, mengalami morning sickness adalah hal yang harus disyukuri, karena sebuah penelitian mengatakan bahwa wanita yang mengalami morning sicknessmemiliki berisiko 55 - 80 persen lebih rendah atau lebih kecil untuk mengalami keguguran, dibandingkan wanita yang tidak mengalaminya. Selain itu, wanita yang mengalami morning sickness juga berkemungkinan lebih besar untuk melahirkan bayi yang lebih sehat dibandingkan dengan wanita yang tak pernah merasakan dan mengatasi morning sickness.

Menurut Gideon Koren, ketua peneliti dari Motherisk Program di Toronto, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami morning sicknessjuga berisiko lebih kecil mengalami kelainan pada organ tubuhnya, seperti kelainan pada tempurung kepala atau sistem kardiovaskular.

Meski begitu morning sicknesstetap harus diatasi dengan mengkonsumsi vitamin B6 dan multivitamin  agar si calon ibu tidak kekurangan vitamin akibat berkurangnya selera makan dan muntah-muntah.Selain itu, ibuharus mengusahakan agar bisa istirahat total dan minum air putih yang cukup agar terhindar dari dehidrasi, serta sering makan dengan porsi kecil sebagai pengimbang untuk mengatasi morning sickness.


Tentu jangan lupa, itu semua tetap harus diimbangi juga dengan berdoa, berdzikir agar buah hati yang dikandung, tumbuh dengan sehat, cerdas serta kelak menjadi anak yang menjadi penyejuk mata dan berakhlak baik.[fm]

Anak-Anak dan Do'a

gambar dari www.islampos.com
Selepas pulang sekolah  tidak biasanya Nisa menangis dan langsung memeluk Bundanya, sang bunda kaget bukan kepalang, ada kejadian apa di sekolah hingga membuat anaknya menangis seperti ini. “Kenapa, Ada yang ganggu di sekolah?”
“Enggak bun”
“Terus kenapa?”
“Sama Bu Guru”
“Di marahin Bu Guru ya, kamu nakal ya di sekolah”
“Enggak, sama Bu Guru tadi di suruh menjamkan mata terus bayangin Ayah Bunda meninggal, terus di kubur, terus nanti aku gimana…..Bun maafin Nisa ya, suka nyusahin Bunda ama Ayah, Nisa sayang Bunda sama Ayah” melanjutkan nangis.

Pelukannya sangat erat seolah tak ingin terlepas tangisannya kembali pecah, sang bunda berusaha menenangkannya dengan berkata “Bunda sayang juga sama Nisa,  ya Ayah Bunda maafin. Yuk udah nangisnya lihat tuh seragamnya jadi basah.

Keesokan harinya sang ibu mengkonfiramsi kebenarannya pada bu guru, ternyata benar sang guru kemarin mengajak anak-anak termasuk nisa untuk berdoa bersama. Mereka disuruh pejamkan mata, dan membayangkan jika Ayah Bunda tiada, hanya doa-doa anak solehlah yang akan menolong Ayah Bunda  di alam kuburnya, saat itu satu kelas semuabnya menangis. Sang guru mengajak mereka untuk menjadi anak yang baik, menjadi anak yang selalu patuh pada orangtua dan sayang pada mereka.Hati sang Bunda semakin terenyuh betapa  hati anak-anak itu sangat peka terhadap doa dan kematian,  hati anak-anak masih sangat bening dan suci karena mereka belum banyak berbuat dosa.

Meskipun masih anak-anak ternyata mereka cukup mengerti dan bisa menghayati sebuah doa, hati anak-anak memang masih terpaut langsung dengan Sang Maha Pencipta dan hati mereka masih bersih dan suci sehingga bisa dengan mudah menghayati hingga berlinang air mata saat  melantunkan sebuah doa.

Menurut Ust. Abu Sauqi, pendiri LAZNAS RZI (Rumah Zakat Indonesia) anak-anak secara fitrah terhubung langsung dengan Allah, penjaga mereka adalah malaikat. Bila terbiasa berdoa, maka fitrah Robbaniahnya, fitrah untuk dekat dengan Penciptanya akan tumbuh dengan baik.  Selain itu dengan membiasakan anak-anak berdoa ada faedahnya anak jadi terbiasa berdoa dan faedahnya yang lebih besar adalah doa-doa anak sering didengar Allah karena kesucian dan kebersihan hati mereka, besar harapannya untuk dikabulkan segala doa-doanya.

Ketika anak-anak menjadikan Allah sebagai sumber cinta dan kedamaian hidup maka kelak hidup mereka akan dikaruniai kejernihan hati dan pikiran serta memperoleh berkahnya Allah. Selebihnya contoh dan pendidikan para orangtua akankah terus memupuk kencintaan mereka pada Allah lewat doa-doa atau melewatkan dan mengabaikan karunia yang luarbiasa ini begitu saja.

Selamat Hari Ayah!

Tanggal 12 November lalu adalah hari Ayah sedunia, sebagian dari kita mungkin tidakngeh karena faktanya memang hari ayah tidak sesemarak hari ibu. Ini wajar karena hari ayah sendiri memiliki sejarah dan penetapan tanggal yang simpang siur, beda misalnya dengan hari Valentine atau Natal yang seluruh dunia memiliki kesepakatan dalam tanggal masehi.

Contoh saja, ada literatur yang menyebutkan bahwa peringatan hari Ayah, pertama kali dirayakan pada tanggal 19 Juni, 1910, di Spokane, Amerika Serikat.Namun ada juga yang menyebutkan peringatan Hari Ayah pertama kali diadakan pada tanggal 5 Juli 190di Fairmont sebagai penghormatan atas tragedi bencana pertambangan ‘Monongah Mining”, yaitu bencana runtuhnya sebuah tambang yang 250 orang korbannya sudah memiliki anak istri.

Sementara itu negara-negara lain di dunia juga memperingati peringatan hari ayah pada tanggal yang berbeda-beda, seperti di Rusia yang diperingati setiap tanggal 23 Februari, sementara di Swiss dan Belgia tanggal 19 Maret. Lalu di Indonesia peringatan ini jatuh setiap tanggal 12 November, itupun tanpa latar belakang yang jelas.
Namun lepas dari itu,tetap saja para Ayah harus diakui sebagai pahlawan dan pejuang sejati bagi keluarga. Karena dalam hidup berkeluarga, keteladanan yang ditunjukkan sang Ayah adalah harta berharga bagi istri dan anak-anaknya. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist

“Seorang laki-laki penggembala di dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggjawaban tentang kepemimpinannya itu…”(HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang ayah adalah gembala, pengatur, dan penjaga. Jadi tugas para ayah sangat banyak, selain mencukupi kebutuhan keluarga dari segi ekonomi, para ayah juga harus turut serta dalam pendidikan anak-anaknya. Biasanya anak laki-laki akan berkata "Aku mau menjadi seperti ayahku nanti" dan anak perempuan akan berkata"Aku mau punya seorang suami yang seperti ayahku"

Dengan kata lain, tidak berlebihan jika kita sebutkan bahwa seorang ayah lebih berharga daripada 100 orang guru di sekolah.
Salah satu ilustrasi yang menarik adalah karikatur yang ditampilkan dalam Google Doodle, yaitu gambar kartun seorang ayah dan anaknya sedang mengendarai sebuah pesawat.

Meski kartun tersebut kelihatan sepele, namun secara tersirat, gambar itu mengandung kedalaman makna dan esensi yang paling penting dari peringatan hari Ayah,yaitu peran ayah sebagai pilot dalam arti yang sangat luas. Karena memang secara kodrati, lelaki diibaratkan sebagai pilot sekaligus nakhoda dalam sebuah pesawat terbang, dimana didalamnya terdapat keselamatan seluruh keluarga yang harus ia pertanggunjjawabkan, dan pada saatnya nanti akan estafet kepemimpinan yang akan diturunkan oleh Ayah kepada anaknya untuk dapat menerbangkan pesawat dengan selamat mencapai tujuan.

Menurut psikolog Kasandra Putranto, para ayah di mata anak laki-laki, adalah role model utama yang akan membentuk karakter pria dalam diri mereka. Sedangkan bagi anak perempuan, ayah menjadi figur pria pertama yang dikenalnya. Sehingga kalau hubungan antara ayah dan anak kurang harmonis, maka anak laki-laki akan sulit menampilkan sisi maskulin dalam dirinya dan anak perempuan mungkin akan sulit percaya terhadap pria. 
Untuk bisa dekat dan dihargai anak, tak perlu para ayah memasang wajah galak tetapi mendekati anak dengan hati yang tulus serta perhatian, bercanda, mendengarkan cerita mereka itulah yang dirindukan dan dibutuhkan oleh anak-anak anda, sehingga dengan mudah kita ajarkan kebenaran & moral yang baik pada mereka.
Pada akhirnya memang anak-anak akan berjalan sendiri melalui berbagai ujian sepanjang hidupnya. Tetapi bekal dari orang tua terutama sosok ayah sangat penting dari sejak dini agar kelak siap menjadi nahkoda yang handal dalam mengarungi samudra kehidupan.
Maka untuk para ayah, jadilah teladan yang baik, Selamat Hari Ayah![fm]

Setiap Anak Memiliki Jiwa Pembelajar

Setiap anak  memiliki jiwa pembelajar,  mereka terlahir dengan rasa keingintahuan dan penasaran yang besar,  mereka belajar dengan caranya sendiri dan terkadang mencari jawaban dengan melancarkan berbagai pertanyaan pada orang-orang disekitarnya. Mengapa begini dan mengapa begitu, terkadang membuat kesal dan jengkel karena mereka selalu tidak puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan.

Salah satu pertanyaan yang membuat mereka sering bertanya adalah “Dari mana dede bayi lahir? Atau kok di perut Bunda bisa ada bayi?”

Proses adanya dede bayi di perut bunda sampai lahirnya adalah hal-hal yang membuat anak-anak antusias dan ternyata tak cukup dijawab dengan, “Allah yang menciptakan  dan menitipkan dede bayi di perut bunda”. Mereka akan balik menjawab dengan pertanyaan ”kenapa di perut bunda? Kok ga di perut ayah?”

Terkadang pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan membuat kita merenung, kadang terharu dan lucu betapa mereka sangat masih polos dan lugu. Tentu mereka akan menerima saja jawaban atau segala informasi yang mereka dapatkan dari orang-orang dan lingkungannya.
Menurut seksolog terkenal dr. Boyke “Bila orang tua bisa memberikan informasi yang tepat, anak akan lebih bertanggung jawab dalam menghadapi hal-hal berhubungan dengan sex
Maka saat anak-anak bertanya sebaiknya kita jangan panik dan langsung memarahi mereka, seandainya mereka bertanya sesuatu berbau sex, perlu di tanamkan di benak kitabahwa mereka sedang belajar, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar, juga berani mengungkapkan pertanyaan. Bersyukur pula sang anak bertanya pada kita, bukan bertanya pada teman atau berselancar di internet mencari apa yang mereka ingin tahu.

Panik yang dirasakan ketika mendapatkan pertanyaan berbau sex atau seputar sistem reproduksi adalah karena pengetahuan kita belum memadai tentang sex education kepada anak. Apa sikap yang tepat ketika mereka bertanya? Apa jawaban yang bisa membuat mereka mengerti sesuai kebutuhannya?

Jadi bagaimana jikaorang tua belum bisa menjawabnya? Maka lebih baik ditahan dulu untuk menjawabnya. Yang lebih utama diharapkan anak-anak saat mereka bertanya adalah kesediaan kita untuk mendengarkan dan konfirmasi sampai kita tahu apa yang ingin anak ketahui, sehingga jawaban kita akan lebih tepat dan akan lebih mudah menjawab serta yang terpenting membuat kita tenang dan berfikir bagaimana memilih kosa kata yang tepat dan sederhana agar anak dapat memahami dan  mengerti.[fm]

Menghadirkan Ketenteraman Saat Hamil

Salah satu nikmat Allah yang sangat luar biasa, bagi seorang perempuan adalah dia bisa mengandung (hamil) benih dari suami yang amat dicintainya. Amanah dan kepercayaan Allah ini sangat berat, karena kehamilan mengubah kehidupan perempuan secara mental dan fisik, perubahan tersebut untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan janin dalam tubuh ibu.
Saat mengandung selama sembilan bulan, membawa janin mulai berat hanya beberapa ons hingga terus tumbuh membesar dalam perut, dan saat mengalami perubahan-perubahan itu tak jarang seorang perempuan merasa kesakitan dan kekhawatiran berlebihan yang bisa berujung pada stress. Memang benar, perasaan khawatiran dan kecemasan berlebihan memang lebih sering dirasakan para ibu hamil, karena kondisi kehidupan mereka dan kondisi psikologis mereka lebih labil dan rentan dibandingkan pada keadaan sebelum hamil.
Berdasarkan beberapa penelitian,stres pada masa kehamilan akan berdampak buruk pada janin, bisa mengakibatkan keguguran, keterlambatan pertumbuhan janin, dan mengalami kelahiran prematur. Dampak kepada sang ibu juga bahaya karena dapat mempengaruhi kesehatannya.
Dalam kondisi seperti ini menghadirkan rasa sakinah,ketenangan dan ketentraman adalah satu hal yang perlu dilakukan.Karena jika sang ibu merasakan tenteram saat menjalani kehamilan dengan memperbanyak bersyukur, dan memperbanyak doa, itu semua akan berdampak positif.
Ibarat menanam bunga, jika dirawat, dipupuk dan diperhatikan maka akan tumbuh tanaman yang cantik dan indah. Maka menjalani kehamilan pun demikian. Karenalahirnya seorang anak yang soleh, berbakti, dan menjadi penyejuk mata semua orang, semua tak lepas dari peran ibunya sendiri ketika mengandung.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu berdoa, dengan doa yang selalu dipanjatkan Nabi Ibrahim.

”Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”


Kesuksesan menghadirkan rasa sakinah saat menjalani kehamilan, tak lepas dari sudah terciptanya dan tumbuhnya rasa sakinah dalam jiwa-jiwa pasangan yang telah Allah satukan dalam ikatan suci-Nya. [fm]

Kenapa Harus Berparenting?

Dimulai Tahun 2000-an kata “Parenting” atau “Cara Pengasuhan yang Benar”mulai akrab ditelinga para orangtua.
Meski sesungguhnya orangtua sudah tak asing lagi dengan kata “pengasuhan”—karena secara naluri dan alami para orangtua akan melakukan pengasuhan dan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan cara dan kebiasaan yang sesuai dengan pengalaman dan tradisi dalam keluarganya—namun rangkaian kalimat di atas itumuncul karena proses budaya, yaotidi masa kini banyak keluarga yang justru terancam retak dan kehilangan kenyamanan dirumah, penyebabnya banyak. Tapi antara lain karena anak-anak mereka sulit dikendalikan.
Seorang ibu bercerita tentang betapa rumah terasa sumpek dan memusingkan karena ulah dua anaknya, teriakan, tangisan dan pertengkaran dua anaknya. Hal ini mengakibatkan sang ibu menjadi temperamen, melakukan kekerasan dan memberi hukuman pada kedua anaknya. Sesaat itu semua reda, namun keesokan harinya—seolah kejadian kemarin tak pernah ada—mereka mengulanginya lagi. Bertengkar, kakak merebut mainan adek, tidak mau makan, susah di ajak mandi, inginnya main game terus dan berselilisih karena gadget.
Saat itu bayangan akan “Rumahku Surgaku” hanya angan-angan semata.Karena sang ibu benar-benar sangat lelah, lelah dengan pekerjaan rumah, dan lelah juga menyaksikan pertengkaran, jeritan dan rengekan anak-anak.
Ketika itu, sang ibu merenung, mengevaluasi semuanya dan akhirnya mendapat jawaban, bahwa selama ini pola asuhnya keliru, dia beranggapan mengasuh anak-anak mengalir begitu saja. Padahal seorang filosof mengatakan, “Anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat baiknya dan akan bahagia di dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak dipedulikan seperti hewan niscaya ia akan hancur dan binasa.”
Dari sanalah ilmu “Parenting” kini semakin menjamur dan merebak.Berbagai pelatihan, seminar, komunitas dan buku-buku bertema itu semakin bermunculan.  Para orangtua menyambut baik hal ini, karena tidak pernah ada sekolah bagi orangtua.Apalagi ternyata,saat sudah menjadi ‘orangtua’ pun kita tetap perlu menambah ilmu, belajar dan bersosialisasi dengan orangtua lain agar saling mendukung dan saling berbagi pengalaman mereka dalam mengasuh anak-anak.
Parenting mengajarkan mengasuh dan mendidik anak dengan baik dan benar, seperti yang dikatakan oleh sahabat  Abdullah bin Umar r.a

“Didiklah anak-anakmu dengan pendidikan yang baik karena hal itu tanggung jawabmu, sementara kelak (bila dewasa) anak-anakmu bertanggungjawab untuk berbuat baik dan patuh kepadamu.”

Parenting juga mengingatkan bahwa anak adalah anugerah, anak adalah amanah dan anak adalah permata bagi orangtuanya, maka para orangtua harus mensyukuri, menjaga dan melindungi anak-anaknya. Selebihnya parenting mengajarkan kita untuk memendam amarah dan menjadi pendengar yang baik.
Sebab sebenarnya hati para orangtua dan anak-anak selalu cenderung mengarah pada kebaikan, namun ketika para orangtua dan anak belum berhasil menjalin ikatan dan komunikasi dengan baik. Maka akan menemui kebuntuan dalam mengatasi permasalahan.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan parenting, kita benar-benar bisa merasakan cinta dan mencintai anak-anak dengan tulus. Menahan amarah bukan semata-mata untuk kita tetapi mendidik mereka agar mereka pun bisa dapat menahan amarah dan bersabar serta mereka dapat memahami orang lain dan bermanfaat bagi orang banyak. Amin ya Rabbal’lamin.[fm]

Sayap-Sayap Sakinah, Paket Lengkap Nikah

Oleh Atria Dewi Sartika*)
@atriasartika

Salah satu misteri terbesar dalam kehidupan ini adalah jodoh dan perjodohan. Nikah dan pernikahan. Kisah-kisah sejati yang menakjubkan seputar perjodohan, tergores begitu giras, tercetak begitu rancak, terlukis begitu manis. Masing-masing Bani Adam memiliki cerita sendiri. Dan biasanya, cerita-cerita itu terbingkai dalam sebuah keistimewaan yang mengesankan. Bagaimana dengan Anda? Pasti Anda memiliki kisah sendiri.

Dan, ibarat sebuah rajutan, jodoh dan nikah tentunya membutuhkan seperangkat peralatan dan bahan. Ilmu, pengalaman, berbagai persiapan, perlu digali sedalam-dalamnya. Terlebih, rajutan kehidupan pra dan pascapernikahan, tak selalu berupa sulaman indah. Ada kalanya membutuhkan perjuangan yang luar biasa.

Pernikahan bukan sekadar episode penyambung prosesi walimah, melainkan sebuah ibadah, yang mampu menggenapkan separuh dien sepasang muslim dan muslimah. Dan, inilah buku yang akan menuturkan proses menggapai sakinah, mawaddah dan rahmah.
Buku ini terbagi atas dua fase: pra – pernikahan dan setelah menjalani pernikahan.

Pada bagian pra-pernikahan, pembaca akan diajak menelusuri persiapan sebelum memasuki gerbang pernikahan, mulai dari pencarian jodoh, pertimbangan penting sebelum menikah, hingga merencanakan walimah.

Pada bagian menjalani pernikahan pula, buku ini akan mengupas pernak-pernik berumah tangga dan solusinya, diantaranya tentang menghadapi tahun-tahun awal pernikahan, penyesuaian dengan pasangan, cinta dalam pernikahan, juga beberapa topik sensitif, seperti poligami dan tak kunjung berjodoh.

Dituturkan dalam bahasa yang ringan mengalir, buku ini akan menjadi sahabat anda yang hendak dan telah menikah. Bersama meraih hikmah, untuk menggapai pernikahan yang sakinah dan barokah. Sangat cocok untuk Anda yang hendak, sedang, atau telah menikah. Ditulis dengan gaya bercerita yang khas, membuat Anda tak harus mengerutkan jidat saat mencoba memahami manik-manik hikmahnya. Selamat membaca!
***

    “Pernikahan bukan hanya sekedar penyatuan dua jiwa. Tapi juga penyatuan dua keluarga, dua tradisi, dua dunia.” (hal. 217)


Saat menyadari bahwa buku ini bukanlah novel saya sempat berfikir, “Apakah saya bisa menikmatinya?” Apalagi sejujurnya saya kadang merasa digurui oleh buku-buku Islami populer. Bahasan tentang pernikahan pun jarang menjadi pilihan saya. Mungkin karena saya menolak untuk galau. Baca buku tentang pernikahan terkadang  membuat harapan untuk segera menikah jadi membuncah. Padahal kenyataannya, calon pun masih rahasia ilahi.

Ternyata dugaan saya meleset. Buku ini bahasanya mengalir bahkan terasa indah. Ada sisi humor yang diselipkan. Ada juga penjelasan logis untuk berbagai argumen. Realistis.

Buku Sayap-Sayap Sakinah membahas pernikahan dengan sasaran pembaca yang cukup luas. Mulai dari mereka yang masih lajang dan belum punya calon, mereka yang sedang mempersiapkan hari besarnya, hingga mereka yang sudah menikah.

Buku ini menjabarkan pandangan kedua penulis, Mbak Afifah Afra dan Riawani Elyta, tentang pernikahan. Mereka mengetengahkan berbagai contoh tentang kehidupan pernikahan. Baik yang mereka alami sendiri maupun yang dialami oleh orang-orang di sekitar mereka. Secara khusus, mereka mengetengahkan tentang bagaimana Islam mengatur tentang pernikahan ini.

Saya jatuh cinta sejak pertama kali membaca prolognya. Sajak pembukanya saja sudah mempesona. Afifah Afra menulis:

    Suamiku,
    Aku mengizinkanmu untuk menikah
    Hingga empat kali
    Pertama menikahiku
    Lalu menikahiku
    Menikahiku
    Dan terakhir, menikahiku


Pembuka yang manis. Namun juga jelas mewakili perasaan banyak perempuan. Namun di saat yang sama menyiratkan tentang kesadaran bahwa memang Islam menghalalkan seorang laki-laki menikahi 4 perempuan.

Salah satu bahasan yang paling membuat saya terkesan adalah chapter Oh, Mitsaaqon Gholiidzo. Di bagian ini, Afifah Afra menjabarkan tentang betapa hebatnya “akad nikah”. Bahwa frase Mitsaaqon Gholiidzo ini maknanya sangat besar dan sakral. Sebab frase tersebut di dalam Al-Quran juga dipakai saat menyebutkan tentang sumpah setia dari Bani Israil yang saat janji mereka diambil, telah siap dihukum oleh Allah dengan ditimpakan sebuah gunung di atas kepala mereka. Hal ini seperti yang disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 154. Selain itu istilah Mitsaaqon Gholiidzo juga digunakan saat membahas tentang perjanjian yang diambil dari 5 Rasul. Hal ini tercantum di surat al-Ahzab ayat 7. Ini membuat saya semakin menyadari tentang besarnya pernikahan di sisi-Nya.

Ada pula chapter Sepasang Sendal Menuju Surga. Saya suka bagian ini karena dengan jelas menyampaikan bahwa pasangan suami-istri itu seharusnya setara. Sama-sama meng-upgrade diri. Sama-sama terus belajar. Sama-sama punya tanggung jawab dalam membesarkan anak dan mengurus rumah. Bahasa yang dipakai dalam bagian ini seperti sebuah catatan personal. Sehingga rasanya saya membaca isi hati yang coba disampaikan penulis kepada pasangannya.

Bahasan-bahasan lain dalam buku ini juga menarik diikuti. Kedua penulis menceritakan tentang betapa indahnya malam pertama dan masa bergelimang madu (honey moon) dengan gaya bahasa yang indah, sopan, dan juga logis.

Di sisi lain, penulis juga mencoba berbagi pendapat mereka tentang “pacaran”, tentang keyakinan bahwa calon suami sudah pasti akan menjadi suami. Mereka mengingatkan pembaca untuk tidak membiarkan keyakinan semacam itu membesar menjadi kesombongan. Tetap menyerahkan segala hal pada ketentuan-Nya. Sebab ada kasus nyata dimana undangan sudah disebar, gedung dan catering sudah dipesan, namun karena kehendak-Nya pernikahan tidak bisa dilangsungkan.

Penulis juga mengingatkan kepada pembaca yang sudah melangsungkan pernikahan dan tengah mengarungi bahtera rumah tangga agar tetap memperhatikan arah bahteranya. Mengingatkan agar mereka menjaga pergaulan agal tidak jatuh dalam kondisi yang bisa mengarah perselingkuhan. Mereka juga memberi tips agar pernikahan tidak mengalami empty love, serta memberi saran bagaimana sebaiknya kondisi empty love ini dihadapi jika sudah terlanjur terjadi.

Buku ini sungguh paket lengkap. Bisa menjadi bacaan yang mempersiapkan para lajang untuk memilh pendamping hidup dan juga mempersiapkan diri hingga pernikahan dilangsungkan. Buku ini juga menjadi pengingat bagi mereka yang sedang mempersiapkan pernikahan. Mengingatkan bahwa walimah itu hanyalah cover dari buku tebal pernikahan. Tak perlu megah, seharusnya esensi pernikahannyalah yang di”megah”kan. Buku ini juga menjadi pegangan yang enak dibaca bagi pasangan suami-istri agar bisa terus menjaga kelangsungan pernikahan mereka. Agar sakinah mawaddah warahmah benar-benar melingkupi pernikahan mereka.

Buku ini bisa jadi bekal bagi pembaca khususnya diri saya pribadi dalam mempersiapkan diri menjalani kehidupan pernikahan. Baca buku ini tidak bikin galau. Tapi sajak-sajak Mbak Afifah Afra yang bikin saya melting (>_<)

DATA BUKU
Penulis: Afifah Afrah & Riawani Elyta
Penyunting Bahasa: Mastris Radyamas
Penata Letak: Puji Lestari
Desain Sampul: Andhi Rasydan
Penerbit: Indiva Press
Cetakan: Pertama, Ramadhan 1435 H./ Juli 2014
Jumlah hal.: 248 halaman
ISBN: 978-602-1614-22-8

*) Posting ini juga bisa dibaca di http://atriadanbuku.blogspot.com/2014/08/sayap-sayap-sakinah.html#more

Makna Tahun Baru Hijriah

foto: greenprophet.com

Beberapa hari yang lalu kita sebagai umat Islam resmi memasuki tahun baru, yaitu tahun 1436 H. Beberapa dari kita menandai saat itu dengan bersenang-senang melakukan pawai obor, beberapa lagi menandainya dengansebuah tanggal merah di kalender. Sisanya? Memilih tidur di rumah dan tidak peduli.
Apakah mereka yang mengabaikan tahun baru Islam ini salah? Jawabannya ya dan tidak. Jawabannya bisa “Ya” karena sebagai umat Islam, tentu ada alasan tertentu yang harus kita gali dan kaji berkaitan dengan peringatan ini, sebab kita harus yakin para sahabat Rasulullah pasti memiliki maksud-maksud tertentu dengan menentukan tahun Hijriah. Tapi jawabannya juga bisa saja “Tidak”, karena secara kondisi sosial dan budaya, kita memang tidak terlalu terbiasa diajarkan untuk memperhatikan datangnya tahun baru Islam.

Tahun baru hijriah sering terlupakan, bahkan terabaikan oleh sebagian dari masyarakat kita, mereka malah lebih responsif dan bergairah di tahun baru masehi.Bahkan biasanya kemeriahan menyabut tahun baru masehi lebih mengema sampai pelosok dunia. Tak sedikit dari kita yang kita pun ikut memeriahkan datangnya tahun baru masehi dengan serangkaian acarayang terkadang hanya hura-hura saja. Tetapi saat tahun baru Islam datang, tak ada sujud syukur atau kebahagiaan untuk menyambutnya, sebagian dari kita lupa, sebagian tidak peduli dan sebagian lagi tidak tahu. 

Yang lebih prihatin lagi, aktifitas kita sering diatur dan disesuaikan dengan kalender masehi, hingga urutan hari, bulan dan tanggal penting kita menjadi hafal. Tapi bagaimana dengan tahun Hijriah atau kalender Islam termasuk juga hari-hari dan urutan bulannya? Jarang diantara kita yang hafal. Sebagian dari kita lupa, sebagian tidak peduli dan sebagian lagi tidak tahu.

Padahal bila kita kembali pada sejarah, pada tahun 638 M Khalifah Umar bin Khatab merumuskan penanggalan Islam dengan menetapkan tahun 1 H sebagai tahun dimana terjadi peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Dimana tanggal 1 Muharam Tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. (Sekadar catatan, tanggal tersebut bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad, sebabperistiwa hijrah dicatat terjadi bulan September 622 H).



Bila kita perhatikan, bukan sebuah kebetulan tahun baru Islam disesuaikan dengan tahun hijrah. Khalifah Umar ingin menjadikan hijrahnya Nabi Muhammad saw sebagai sebuah peristiwa yang terus diingat oleh umat Islam. Bahkan lebih jauh dari itu, tahun baru Islam adalah sebuah simbol yang berkaitan dengan hijrah, proses berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain.

Sejauh mana ini dipahami oleh kita? Bukankah sudah sangat sering kita mendengar kalimat “orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang beruntung, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah orang rugi”, kalimat tersebut sebenarnya berkaitan dengan proses hijrah dari kebiasaan kurang baik ke kebiasaan yang baik, dari kebiasaan yang baik ke kebiasaan yang lebih baik, proses memperbaiki diri yang dilakukan secara konsisten dan terencana dalam hidup kita.
Hubungannya dengan tahun baru hijriah? Dalam konsep perbaikan diri, semangat hijrah dalam tahun baru hijriah hendaknya kita aplikasikan dengan perbaikan diri. Bila tahun kemarin kita masih melakukan beberapa kekurangan, maka tahun ini kita coba perbaiki. Demikian seharusnya dari tahun ke tahun hingga kita pada akhirnya bisa mencapai kondisi sebagai manusia yang terbaik di hadapan Allah.

Maka di awal tahun baru ini, mari kita tekadkan bersama untuk lebih mendalami dan mempelajari Islam dengan sebaik-baiknya dan tentu saja sebuah perbaikan diri, agar kelak kita memiliki bekal yang cukup untuk bertemu Allah. [fm]